Marak dan berkembangnya ekonomi Islam pada
tiga dasawarsa belakangan ini, telah mendorong dan mengarahkan perhatian para
ilmuwan modern kepada pemikiran ekonomi Islam klasik. Telah ada lebih dari
2000-an judul buku dan tulisan tentang ekonomi Islam sejak masa klasik hingga
saat ini.
Yang paling disayangkan lagi adalah sikap
para intelektual muslim atau ulama dalam dua abad belakangan ini yang tidak
melanjutkan dan mengembangkan kajian ekonomi Islam yang telah dirintis dan
dibangun oleh para ulama terdahulu. Intelektual dan ulama kita di era
kontemporer ini, lebih banyak fokus pada kajian pengembangan materi fikih
ibadah, munakahat, teologi (ilmu kalam), pemkiran Islam dan tasawuf, di samping
ilmu-ilmu tafsir dan hadits. Maka tak heran jika mereka dangkal sekali
pengetahuannya tentang ilmu ekonomi Islam, termasuk soal bunga bank dan dampaknya
terhadap inflasi, investasi, produksi dan pengangguran juga spekulasi dan
stabilitas moneter. Mereka mengabaikan kajian-kajian ekonomi Islam yang ilmiah
dan empiris yang telah dilakukan ilmuwan Islam klasik. Fenomena itulah yang
disesalkan Prof Dr Muhammad Nejatyullah Ash-Shiddiqy, guru besar ekonomi Univ
King Abdul Aziz Saudi.[2]
Kejayaan peradaban Islam dan pengaruhnya
atas panggung sejarah dunia untuk 1000 tahun, tidak mungkin tanpa diiringi
dengan ide-ide ekonomi dan sejenisnya. Dari Abu Yusuf pada abad ke 2 Hijriyah
sampai ke Thusi dan Waliullah (abad 18), kita memiliki kesinambungan dari
serentetan pembahasan yang sungguh-sungguh mengenai perpajakan, pengeluaran
pemerintah, ekonomi rumah tangga, uang dan perdagangan, pembagian kerja,
monopoli, pengawasan harga dan sebagainya. Tapi sangat disayangkan, tidak ada
perhatian yang sungguh-sungguh yang diberikan atas khazanah intelektual yang
berharga ini oleh pusat-pusat riset akademik di bidang ilmu ekonomi.
Di masa klasik Islam, yang sejak abad 2
Hijrah s/d 9 Hijriyah, banyak lahir ilmuwan Islam yang mengembangkan kajian
ekonomi (bukan fikih muamalah), tetapi kajian ekonomi empiris yang menjelaskan
fenomena aktual aktivitas ekonomi secara riil di masyarakat dan negara, seperti
mekanisme pasar (supply and demand), public finance, kebijakan fiskal dan
moneter, pemikiran ulama tentang ekonomi Islam di masa klasik sangat maju dan
cemerlang, jauh mendahului pemikir Barat modern seperti Adam Smith, Keynes,
Ricardo, dan Malthus.
Bapak ekonomi Di antara sekian banyak
pemikir masa lampau yang mengaji ekonomi Islam, Ibnu Khaldun merupakan salah
satu ilmuwan yang paling menonjol. Ibnu Khaldun sering disebut sebagai raksasa
intelektual paling terkemuka di dunia. Ia bukan saja Bapak Sosiologi tetapi
juga Bapak Ilmu ekonomi, karena banyak teori ekonominya yang jauh mendahului
Adam Smith dan Ricardo. Artinya, ia lebih dari tiga abad mendahului para
pemikir Barat modern tersebut. Muhammad Hilmi Murad secara khusus telah menulis
sebuah karya ilmiah berjudul Abul Iqtishad: Ibnu Khaldun. Artinya Bapak
ekonomi: Ibnu Khaldun. Dalam tulisan tersebut Ibnu Khaldun dibuktikannya secara
ilmiah sebagai penggagas pertama ilmu ekonomi secara empiris. Karya tersebut
disampaikannya pada Simposium tentang Ibnu Khaldun di Mesir 1978.
Sebelum Ibnu Khaldun, kajian-kajian
ekonomi di dunia Barat masih bersifat normatif, adakalanya dikaji dari
perspektif hukum, moral dan adapula dari perspektif filsafat. Karya-karya
tentang ekonomi oleh para imuwan Barat, seperti ilmuwan Yunani dan zaman
Scholastic bercorak tidak ilmiah, karena pemikir zaman pertengahan tersebut
memasukkan kajian ekonomi dalam kajian moral dan hukum. Sedangkan Ibnu Khaldun
mengaji problem ekonomi masyarakat dan negara secara empiris. Ia menjelaskan
fenomena ekonomi secara aktual.
Ibnu Khaldun membahas aneka ragam masalah
ekonomi yang luas, termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem
harga, hukum penawaran dan permintaan, konsumsi dan produksi, uang, pembentukan
modal, pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik,
daur perdagangan, pertanian, indusrtri dan perdagangan, hak milik dan
kemakmuran, dan sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang dilewati
masyarakat dalam perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar yang
menjelma dalam kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang mundur.
Ibnu Khaldun telah menemukan sejumlah
besar ide dan pemikiran ekonomi fundamental, beberapa abad sebelum kelahiran
resminya (di Eropa). Ia menemukan keutamaan dan kebutuhan suatu pembagian kerja
sebelum ditemukan Smith dan prinsip tentang nilai kerja sebelum Ricardo. Ia
telah mengolah suatu teori tentang kependudukan sebelum Malthus dan mendesak
akan peranan negara di dalam perekonomian sebelum Keynes. Bahkan lebih dari
itu, Ibnu Khaldun telah menggunakan konsepsi-konsepsi ini untuk membangun suatu
sistem dinamis yang mudah dipahami dimana mekanisme ekonomi telah mengarahkan
kegiatan ekonomi kepada fluktuasi jangka panjang.[3]
Lafter, Penasehat ekonomi Presiden Ronald
Reagan, yang menemukan teori Laffter Curve, berterus terang bahwa ia mengambil
konsep Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun mengajukan obat resesi ekonomi, yaitu
mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran (ekspor) pemerintah. Pemerintah
adalah pasar terbesar dan ibu dari semua pasar dalam hal besarnya pendapatan
dan penerimaannya. Jika pasar pemerintah mengalami penurunan, maka adalah wajar
jika pasar yang lainpun akan ikut turun, bahkan dalam agregate yang cukup
besar.
Oleh karena besarnya sumbangan Ibnu
Khaldun dalam pemikiran ekonomi, maka Boulakia mengatakan, Sangat bisa
dipertanggung jawabkan jika kita menyebut Ibnu Khaldun sebagai salah seorang
Bapak ilmu ekonomi. Shiddiqi juga menyimpulkan bahwa Ibnu Khaldun secara tepat
dapat disebut sebagai ahli ekonomi Islam terbesar.
Referensi : http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/pemikiran-ekonomi-ibnu-khaldun.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar